DARMONEWS.COM - Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim 2013 diikuti 4 pasangan
calon. Namun, Pilgub yang digelar 29 Agustus ini diprediksi sebagai pertarungan
antara Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) dengan pasangan yang diusung PDIP,
Bambang DH-Said Abdullah.
"Pilgub Jatim kali ini hanya adu strategi Karsa
dengan Bambang. Meskipun lolos ikut pilgub, Khofifah variabel pengganggu
sedikit," ujar pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair)
Surabaya, Minggu (4/8/2013).
2 Pasangan lainnya yakni Eggi Sudjana-M Sihat dan
Khofifah Indar Parawansa dengan purnawirawan polisi Herman S Sumawiredja tidak
masuk dalam perhitungan. Khofifah yang diusung PKB dan beberapa parpol non
parlemen, dinilai hanya sebagai variable pengganggu di Pilgub Jatim.
Hariyadi menerangkan, kekuatan Khofifah dalam pilgub kali
ini mungkin sudah tak sekuat pada kompetisi 5 tahun lalu. Namun, keberadaannya
tetap akan menggerus suara dari pasangan KarSa.
"Kenapa, karena konstituen Khofifah itu berhimpitan
dengan konstituen Gus Ipul. Sehingga pastilah suara menjadi terbelah. Tapi
tidak mengurangi secara signifikan dan sebagian besar suaranya masih ke Gus
Ipul," tuturnya.
Kekuatan Khofifah juga berbeda pada saat Pilgub Jatim
2008 lalu. Saat itu, posisi Khofifah dan Gus Ipul sama-sama menjadi ketua badan
otonom (banom) Nahdlatul Ulama (NU). Khofifah sebagai Ketua PP Muslimat,
sedangkan Gus Ipul sebagai Ketua PP GP Ansor. Sehingga, sesama banom tidak bisa
saling mengintervensi satu sama lainnya.
Tapi pada Pilgub 2013 tahun ini, posisinya sudah berbeda.
Khofifah masih di banom menjadi Ketua PP Muslimat. Sedangkan Gus Ipul meningkat
menjadi salah satu Ketua PBNU. Potensi Gus Ipul untuk mengintervensi ke semua
banom termasuk Muslimat lebih besar ketimbang Khofifah.
"Sekarang kan Gus Ipul bukan Ansor, tapi salah satu
ketua di PBNU. Dia membawahi banom, sehingga mungkin bisa mengintervensi. Itu
sebabnya, bisa memotong (suara Khofifah)," terangnya.
Meski isu yang berkembang selama ini Khofifah seperti
didzolimi dan dijegal agar tidak ikut running pilgub. Isu tersebut tidak akan
berpengaruh mendongkrak suara Khofifah-Herman.
Menurut Hariyadi, masyarakat sekarang ini lebih pintar
menilai apa itu pendzoliman. Dan kekuatan Khofifah baik seperti finansial mupun
dukungan politik tak sekuat seperti 5 tahun lalu.
"Siapa yang mendzolimi dan siapa yang terdzolimi,
masyarakat sudah tahu. padahal kalau dirunut yang mendzolimi malah
Khofifahnya," katanya.
Ia membeberkan, problem di partai pendukung Khofifah
adalah masalah internal partai itu. Partai pendukung Khofifah, awalnya adalah
mendukung KarSa. Berdasarkan pengalaman 5 tahun lalu partai mudah terbeli, maka
cara-cara membeli parpol non parlemen bisa terjadi. Ketuanya mendukung ke
Khofifah sedangkan Sekjennya ke KarSa.
"Kalau boleh dibilang, yang nakal justru Khofifah
bukan KarSa. Karena partai non parlemen pendukung Khofifah awalnya mendukung
KarSa. Tapi itu hal yang biasa di dunia politik. Maling bisa berteriak maling.
Ya tergantung bagaimana pintar-pintarnya bermain politik," tuturnya.
Staf pengajar FISIP Unair ini mengatakan, jika kondisi
perebutan suara antara Khofifah dengan Gus Ipul tetap berlangsung, maka
hadirnya Khofifah akan menguntungkan pasangan Bambang-Said.
"Karena perebutan suara, otomatis suaranya saling
terkurangi. Sementara Bambang-Said punya basis kader PDIP dan dukungan sedikit
banyak agak militan," katanya sambil menambahkan, jumlahnya tidak bisa
dikatakan banyak, tapi sangat berarti ketika ada pembelahan antara KarSa dengan
Khofifah.
"Jika tingkat partisipasi pemilih tinggi, maka
peluang KarSa mengungguli Bambang DH dan calon lainnya lebih besar. Jika
partisipasi masyarakat rendah, KarSa kemungkinan masih tetap unggul, dan
prosentase Bambang-Said nggak terpaut jauh. Jadi ini benar-benar adu strategi
antara KarSa dengan Bambang-Said menyikapi Pilgub Jatim ini," jelasnya. (bdh/dts)
Baca Juga Artikel Menarik Lainnya :



Tidak ada komentar:
Posting Komentar