News Update :

SBY Gagal Transfer Etika Politik?

Kamis, 05 April 2012


Oleh Bambang Hariawan

Angelina Sondakh tersangka, Partai Demokrat (PD) kembali riuh. Jajaran pengurus teras harian seperti terkesima bahkan cenderung tidak bersuara. Apakah itu yang namanya Ketua Umum, Anas Urbaningrum ataupun yang terhormat Sekjen PD, Edhie Bhaskoro Yudhoyono atau yang akrab dipanggil Ibas. Khusus untuk diamnya Anas cukup beralasan karena ia memang bagian dari prahara dugaan kasus korupsi Wisma Atlet dan Hambalang bahkan kemungkinan ada dugaan-dugaan lainnya. Sedangkan, diamnya Ibas kalau tidak melaksanakan falsafah diam itu emas, ya karena belum siap untuk memanajemen gonjang-ganjing prahara di dunia politik.

Seperti sudah menjadi habit perilaku elit politik Partai Demokrat, setiap ada kasus besar yang menimpa partainya atau sosok personal elitnya selalu diikuti saling sikut, saling tekan dan saling menyudutkan. Ini terjadi karena imbas dendam akibat kubu-kubuan saat konggres pemilihan Ketua Umum yang belum berhasil dipadamkan untuk kemudian menjadi satu barisan. Moralitas sportif dan ksatria disini belum terlihat.

Naiknya status Angie dari saksi menjadi tersangka membuat pertentangan antar-elit PD kembali meruncing, baik antar sesama pengurus harian atau antara kader pengurus harian dengan kader dewan Pembina. Yang sangat menggelegar adalah teriakan Ruhut Sitompul agar Anas segera mundur dari jabatan Ketua Umum PD supaya partai selamat, sementara Achmad Mubarok selaku anggota Dewan Pembina membentengi Anas sekuat tenaga dari serangan Ruhut.

Dua hal yaitu kasus korupsi dan soliditas partai yang amburadul sangat mencolok di rumah tangga PD. Berulangkali tokoh-tokoh partainya menggunakan kata-kata bersayap bahkan manipulatif seolah menafikan ketidaksolidan jajarannya atau kader partainya bersih dari korupsi. Nyatanya: mbell .

Kondisi tersebut tentu saja menyulitkan elit puncak PD yaitu Ketua Dewan Pembina yang tidak lain adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga Presidennya seluruh rakyat Indonesia. SBY berulangkali tampil untuk meredakan suasana gonjang-ganjing di PD dan juga berusaha keras mengajak partainya untuk berkiprah demi kepentingan rakyat. Ajakan SBY selama ini sebatas harapan sebagai Ketua Pembina yang ternyata tidak efektif. Pada saat Mukernas beberapa waktu lalu SBY juga bertekad akan bersih-bersih kader yang bermasalah, tetapi kenyataan no action.

Kondisi karut-marut ini, saya yakin akan terus muncul karena di PD sudah tidak ada lagi panutan. Bahkan kader-kader partainya banyak yang melupakan janji-janji saat kampanye khususnya ‘Katakan Tidak pada Korupsi’. Kader partai di daerah sudah banyak yang terjerat kasus kosupsi. Kata-kata banyak ini memang bisa didebat karena yang masuk penjara bisa dihitung dengan jari dibanding jutaan kader yang tidak korupsi. Namun bila dilihat dari posisi-posisi strategis yang diduduki kader yang korupsi maka kata-kata banyak bisa sangat dimaklumi karena roh partai itu sejatinya ada di elit-elit kunci kadernya. Apalagi yang terkena dugaan korupsi akhir-akhir ini kader di jajaran top eksekutif puncak partai. Belum lagi ada elit di jajaran ketua yang diduga terlibat pemalsuan surat MK.

Pada saat jumpa pers hari Minggu lalu, SBY menekankan bahwa kader yang jadi tersangka akan diberhentikan dari kepengurusan DPP. Pernyataan tersebut sebenarnya pernyataan meninabobokan rakyat. Kalau sudah jadi tersangka masih dipertahankan tentu saja namanya amat sangat keterlaluan. Yang mesti dicermati adalah pernyataan SBY bahwa “kenapa dulu bisa?” dalam arti tidak korupsi. Disinilah persoalan dasarnya. Pada saat PD belum jadi partai pemenang pemilu, kenapa kader-kader intinya tidak begitu terbelit kasus korupsi? Kenapa elit-elit kadernya solid tidak baku cakar? Jawabannya singkat, karena SBY selaku Pendiri dan Ketua Pembina bahkan ikon partai gagal mentransfer nilai-nilai etika berpolitik sebagai kader PD. Benarkah? Apabila SBY berhasil mentrasnfer nilai moral dan etika politik sampai terjadi kristalisasi nilai di hati para kader PD, tentu Angelina Sondakh begitu ditetapkan sebagai tersangka, akan segera mengundurkan diri dari anggota DPR dan akan malu menerima gajinya. Termasuk juga kader-kader yang diduga kuat terlibat korupsi dan dugaan pidana lainnya, akan tidak segan-segan segera mundur tanpa dipaksa-paksa.

Sudah tiga tahun kepemimpinan SBY sebagai Presiden berjalan, tetapi sebagian waktunya tidak full digunakan untuk mengurusi rakyatnya, melainkan banyak tersita untuk meluruskan partainya agar berjalanya di relnya. Bahkan habis waktu juga untuk mengurus Setgab. Ampun dech!
Baca Juga Artikel Menarik Lainnya :
Share this Article on :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

© Copyright DARMONEWS.COM 2011 -2012 | Design by Darmo News | Published by Darmo News | Powered by Darmo News.