Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) terus
mengupayakan untuk bisa memfasilitasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk
Masyarakat Berpenghasilan rendah (MBR). Khususnya pekerja sektor informal
dengan cicilan murah dan uang muka 5%.
Deputi Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat
(Kemenpera) Sri Hartoyo menyebutkan, saat ini jumlah Masyarakat Berpenghasilan
Rendah (MBR) di Indonesia mencapai 34,2 juta jiwa. Dari jumlah itu, sebesar
19,4 juta jiwa adalah pekerja mandiri (informal) dan 14,8 juta jiwa adalah
pekerja formal (buruh).
"Dari angka itu ada yang sudah punya dan ada yang
belum. MBR ini biasanya tidak bankable untuk mendapatkan KPR. Ini kita upayakan
agar bisa punya rumah," kata dia dalam diskusi Menggagas Penyaluran KPR
Sektor Informal, di Hotel Ambhara, Jakarta, Selasa (26/3/2013).
Namun, dia mengaku, yang menjadi tantangan adalah
bagaimana menekan harga rumah sehingga cicilan harga masih bisa dijangkau MBR.
Kemenpera bertekad untuk membentuk skim tersebut.
"Dalam skim ini masyarakat bisa mengangsur dalam
jumlah kecil baik per hari, per minggu hingga per bulan," ucapnya.
Sebagai contoh, misalkan dengan harga rumah murah di
wilayah I seharga Rp 88 juta tenor 20 tahun dengan suku bunga tetap selama masa
pinjaman sebesar 7,25% dan uang muka diusulkan sebesar 5% atau Rp 4,4 juta.
"Kreditur bisa melakukan cicilan Rp 900 ribu per bulan atau Rp 33 ribu per
hari. Ini terjangkau," paparnya.
Selain itu, untuk mengetahui berapa besaran penghasilan
calon kreditur, bank perlu meninjau langsung dengan merinci track record si
kreditur. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi adanya kredit macet.
"Nanti bank menilai pendapatan rata-rata setahun
pekerja informal berapa, layak atau tidak untuk bisa ambil KPR. Ini pembiayaan
jangka panjang. Ini untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di sektor
informal. Ini potensinya sangat besar karena masih banyak MBR belum memiliki
rumah sendiri," kata Sri.
Baca Juga Artikel Menarik Lainnya :



Tidak ada komentar:
Posting Komentar