DARMONEWS.COM, Jakarta- Kecurigaan rekayasa dan konspirasi dalam kasus Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PT Indosat dengan Indosat Mega Media (IM2), semakin kuat. Sejak kasus ini dilaporkan Denny AK, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Konsumen Telekomunikasi Indonesia (LSM KTI) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat pada 6 Oktober 2011, kejanggalan dan keanehan sudah mulai tercium.
Kejanggalan pertama, kantor LSM KTI di Jakarta, dan kantor pusat PT Indosat dan IM2 juga di Jakarta. Namun Denny AK melaporkannya ke Kejaksaan Negeri Karawang. Ini tidak sesuai dengan locus de licti objek laporan.
Laporan Denny AK melalui Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Karawang Juli Isnur Boy. Denny AK melaporkan kasus ini melalui Juli Isnur karena kedekatan keduanya. Meski locus de licti-nya di Jakarta, laporan Denny AK tetap diproses, bahkan naik ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Bandung. Dalam waktu cepat ditingkatkan statusnya menjadi penyelidikan. Pada 10 Oktober 2011, atau empat hari setelah laporan, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengeluarkan Surat Penyelidikan: No. PRINT446/O.2/Fd.1/10/ 2011.
Di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, perkara ini ditangani Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jabar, Fadil Zumhanna, yang juga kolega Juli Isnur. Bersamaan dengan itu, karir Juli Isnur naik ke Kejati Jabar, bahkan ke Kejaksaan Agung. Juli dan Fadil ikemudian membawa perkara ini ke Kejaksaan Agung.
Berdasarkan surat penyelidikan No. PRINT446/O.2/Fd.1/10/ 2011 ini saya pernah dipanggil di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat melalui surat panggilan Nomor Surat B21/O.2.5/Fd.1/10/2011 yang ditandatangani oleh Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jabar, Fadil Zumhanna, S.H., M.Hum, di mana isi surat panggilan tersebut intinya meminta saya menghadap Iwan Catur Karyawan S.H., Kasi Penyidikan Pada Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jabar pada Rabu, 26 Oktober 2011 di kantor Kejati Jabar. Pada tanggal 26 Oktober 2011 tersebut saya menjalani pemeriksaan oleh Juli Isnur, SH, kata Indar Atmanto, terdakwa kasus IM2, dalam pledoinya.
Di tangani duet ini, pada 13 Januari 2012, Kejaksaan Agung mengambil alih penanganan kasus dari Kejati Jawa Barat dan status penyelidikan ditingkatkan menjadi penyidikan. Fadil bahkan menjadi Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum Perkara IM2.
Belakangan diketahui, motif Denny AK melaporkan kasus IM2 adalah untuk memeras Indosat. Denny AK pada 30 Oktober 2012 divonis 16 bulan oleh pengadilan karena terbukti melakukan pemerasan terhadap PT Indosat sebesar Rp30 miliar.
Kejanggalan lain, saat surat panggilan yang ditujukan kepada Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dengan nomor surat B.37/0.2.5./fdi/10/2011 dengan amplop surat yang bertuliskan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Surat tersebut ditolak oleh BRTI. Alasannya, menurut Anggota BRTI Nonot Harsono, karena yang mengantarkan surat tersebut adalah seorang perempuan yang merupakan staf LSM KTI, yang melaporkan kasus ini. Surat panggilan dari Kejaksaan, seharusnya diantarkan secara resmi oleh petugas kejaksaan, bukan oleh pihak lain.
Sangat tidak etis, panggilan dari instansi hukum, yang mengantarkan justru pihak dari pelapor kasus ini. Kenapa bukan dari staff Kejati Jabar? Jelas saya tolak karena di amplopnya jelas tertera tulisan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, kata Nonot Harsono, Rabu (19/6/2013).
Apalagi sebelumnya Denny AK pernah berbicara dengan saya bahwa dia memiliki teman di Kejaksaan yang mau menerima kasus yang akan diadukannya, imbuh Anggota Komite Regulasi BRTI tersebut.
Setelah penolakan surat yang tidak sesuai prosedur tersebut beberapa hari kemudian dirinya ditemui oleh Juli Isnur. Selang beberapa hari, Nonot pun memenuhi panggilan Kejati Jabar mewakili Ketua BRTI yang tengah menunaikan ibadah haji untuk menjelaskan bahwa Perjanjian Kerja Sama antara PT Indosat IM2. Dalam pertemuan tersebut, Nonot menjelaskan bahwa kerjasama dimaksud sudah sesuai dengan skema regulasi dan tidak ada penyalahgunaan penggunaan spektrum frekuensi radio.
Meski sudah dijelaskan oleh regulator, namun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tetap memproses aduan LSM KTI, bahkan dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.
Kejanggalan terbaru, saat kasus ini sudah berada di meja Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Karena tidak ada satupun saksi dan fakta persidangan yang menguatkan tuduhan Jaksa bahwa telah terjadi penggunaan frekuensi bersama 3G antara Indosat-IM2, diam-diam Jaksa Penuntut Umum mengubah tuntutan.
Perubahan tuntutan itu dilakukan Jaksa saat membacakan tuntutan, Kamis (30/5/2013). Awalnya, tuntutan jaksa adalah penggunaan bersama frekuensi radio. Namun belakangan diubah menjadi penggunaan frekuensi radio.
Ini menggambarkan kalau jaksa sejak awal sudah salah. Mungkin bagi awam kalimat ini tidak penting dan mirip-mirip saja, namun dalam bahasa Regulasi Telekomunikasi, kedua kalimat ini berdampak amat sangat berbeda, tegas Nonot.
Nonot menilai perubahan ini bisa jadi karena dalam persidangan, belasan saksi dan ahli telah tegas menyatakan tidak mungkin terjadi penggunaan-bersama pita frekuensi oleh dua penyelenggara jaringan seluler. Sehingga, tambahnya, bila dakwaan penggunaan bersama ini tidak ada lagi dalam tuntutan JPU, maka dakwaan tindak pidana korupsi atas IM2 dan semua tersangka menjadi otomatis gugur teranulir oleh tuntutan JPU sendiri.
Pengacara mantan Direktur Utama IM2, Indar Atmanto, Luhut Pangaribuan menyatakan, perubahan dakwaan saat pembacaan tuntutan adalah perbuatan melanggar aturan. "Ini melanggar pasal 144 ayat 2 KUHAP, yang menyebutkan bahwa perubahan surat dakwaan hanya dapat dilakukan selambat lambatnya 7 hari sebelum sidang dimulai," kata Luhut.
Kata Luhut, perubahan surat tuntutan itu, secara tidak langsung JPU mengakui bahwa perkara ini merupakan sengketa administrasi, di mana rujukan JPU di surat tuntutan mengacu pada pasal peraturan yang berkaitan dengan sanksi administratif, seperti di sebutkan di pasal 45 UU Telekomunikasi. "JPU juga merujuk pada pasal 34 ayat 1 UU Telekom jo. pasal 29 ayat 1 jo. pasal 30 pp no. 53 tahun 2000," ujar Luhut. (DN1)
Baca Juga Artikel Menarik Lainnya :



Tidak ada komentar:
Posting Komentar