“Hasil evaluasi kami penyunatan yang disangkakan kepada UPTD Pondok Sosial tidak ada. Kami sudah meneliti sendiri. Uang kuliah mahasiswa yang tertuang di dalam Daftar Penggunaan Anggaran (DPA) untuk membayar uang Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) dan Sumbangan Dana Pembangunan (SDP) sejak beberapa tahun terakhir hanya sekitar Rp 1.250.000 per tahun. Sedangkan SPP mahasiswa itu rata-rata antara sekitar Rp 900 ribu sampai Rp 1.250.000 per semester atau per enam bulan sekali. Anggarannya memang kurang, bukan dipotong,” kata Kepala Dinsos Surabaya Supomo, Jumat (27/6).
Kondisi ini, katanya, sebenarnya sudah berlangsung sejak 2009 dan sejak itu pula tidak ada masalah dengan masalah tersebut. Tapi, dengan adanya keluhan mashasiswa itu menjadi pelajaran bagi Dinsos. Rencananya mulai tahun depan akan menambah dana untuk SPP mahasiswa bibit unggul itu.
Program yang sudah dianggarkan, katanya akan menambah nilai anggarannya. Kalau selama ini setiap mahasiswa mendapatkan bantuan SPP sebesar Rp 1.250.000 per tahun, maka tahun depan bisa menjadi Rp 2.500.000 per tahun. “Kami sudah bikin rencana anggarannya biar tidak kurang terus,” jelasnya.
Ungkapan serupa disampaikan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Menurutnya berdasarkan penjelasan yang disampaikan Dinsos Surabaya yang menbawai UPTD Ponsos, diketahui anggaran di DPA untuk membayar uang SPP dan SDP tahun ini kurang. “Jadi pungutan itu tidak pernah ada,” ujar Risma, sapaan akrab Walikota Surabaya Tri Rismaharini.
Selanjutnya, Pemkot akan mengusulkan anggaran untuk para mahasiswa berprestasi dari kalangan keluarga miskin itu akan diajukan dalam Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) APBD 2012.
Atas kondisi itu, dirinya mensinyalir ada kenaikan pembiayaan kuliah yang tidak diantisipasi oleh UPTD Ponsos sehingga DPA yang semula diplot sekian menjadi berkurang. Apalagi selama ini para mahasiswa yang tinggal di tempat UPTD Ponsos ketika ditanyai dugaan pungli tersebut juga tidak pernah menjawab dan diam saja.
Sementara saat disinggung terkait kuitansi kosong yang diberikan pihak UPTD Ponsos kepada para mahasiswa sebagai bukti pembayaran, Risma mengatakan belum mengetahuinya karena kasus tersebut kini ditangani pihak Inspektorat Pemkot Surabaya. "Saya belum tahu hasilnya, sebab pihak inspektorat sekarang masih bekerja kita tunggu saja hasilnya bagaimana,” jelas Risma.
Risma menegaskan, jika UPTD ingin melakukan kecurangan mengabil uang itu sebenarnya hal tersebut sangat mudah dilakukan. Pasalnya, selama ini yang bersangkutan merangkap berbagai jabatan. "Tidak semua orang mempunyai kapasistas atau kemampuan administrasi yang bagus, dan Bu Diyah Kepala UPTD Ponsos itulah salah satu contoh yang bagus. Apalagi dia juga berani sumpah tidak ambil aung itu,” tegasnya.
Sebelumnya, di UPTD Ponsos Kalijudan diduga ada praktik pemotongan bantuan untuk mahasiswa unggul yang menempati asrama mahasiswa bibit unggul di Kalijudan. Pemotongan bantuan mahasiswa itu sampai ke 'telinga' para anggota DPRD Surabaya dam Inspektorat pemerintah kota (Pemkot).
Pemotongan dana bantuan untuk mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Surabaya tersebut diduga dilakukan oleh oknum UPTD Ponsos Kalijudan yang berada di bawah naungan Dinsos Kota Surabaya.
Pewakilan Mahasiswa Asuh UPTD Ponsos Kalijudan, Achmad Hidayat mengatakan, besaran pemotongan bantuan bervariasi mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 450 ribu pada berbagai jenis bantuan.
Menurunya, praktik pemotongan tersebut sangat memberatkan pihaknya lantaran para mahasiswa unggulan tersebut yang rata-rata berangkat dari keluarga kurang mampu. “Bahkan, belakangan kami diminta untuk menandatangani kuitansi kosong setiap kali bantuan turun tanpa mengetahui detil jumlah angka yang mestinya kami terima,” ujarnya.(pur/sp)
Baca Juga Artikel Menarik Lainnya :



Tidak ada komentar:
Posting Komentar